Monday, March 30, 2015

Umat adalah Titipan Nabi


Sebelum malaikat Izrail diperintah Allah SWT untuk mencabut nyawa Nabi Muhammad , Allah berpesan kepada malaikat Jibril
“Hai Jibril, jika kekasih-Ku menolaknya, laranglah Izrail melakukan tugasnya!” Sungguh berharganya manusia yang satu ini yang tidak lain adalah Nabi Muhammad SAW. Di rumah Nabi Muhammad SAW, Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.

“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk sambil berkata, “Maafkanlah, ayahku sedang demam” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian Fatimah kembali menemani Nabi Muhammad SAW yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”. “Tak tahulah ayahku, sepertinya orang baru, karena baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

“Ketahuilah wahai anakku, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat maut pun datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah SWT dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata malaikat Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

“Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya Jmalaikat ibril lagi.

“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar bahwa Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya” kata malaikat Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya malaikat Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, TIMPAKAN SAJA SEMUA SIKSA MAUT INI KEPADAKU, JANGAN PADA UMATKU”

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum (peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu)”. Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii! (Umatku, umatku, umatku)”. Dan, berakhirlah hidup manusia yang paling mulia yang memberi sinaran itu.

Menurut jumhur ulama sebagian Sakitnya Sakarotulmaut Seluruh umat Nabi muhammad sudah dilimpahkan kepada Sayyidina muhammad….

Betapa mendalam cinta Rasulullah kepada kita ummatnya, bahkan diakhir kehidupannya hanya kita yang ada dalam fikirannya. Sakitnya sakaratul maut itu tetapi sedikit sekali kita mengingatnya bahkan untuk sekedar menyebut Mengagungkan Pangilan Nabinya.

Allahumma sholli ‘alaa Sayyidina Muhammad wa ‘ala ali Sayyidina Muhammad….

Mudah2an kita termasuk ummatnya yg nanti di hari kiamat akan mendapatkan syafaat baginda Rosulullah SAW. Aamiin.
‪#‎AaHym‬

Malulah


Sahabatku, Nabi kita Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: ”alhayaa-u laa ya'tii illaa bikhoir" H.R. Imam Bukhori dan Muslim. Malu tidak akan ada, kecuali akan mendatangkan kebaikan. Dan Imam Muslim juga meriwayatkan dangan kalimat "alhayaa-u kulluhu khoir" (Rasa malu itu semuanya adalah baik). Bahkan dalam riwayat lain, Nabi Muhammad menyebutkan bahwa "istahyuu minallahi haqqol hayaa" (Malulah engkau kepada Allah dengan malu yang sesungguhnya). Kemudian Sahabat Nabi menjawab: "Kami semua malu ya Rasulallah." Nabi Muhammad menjawab: "Belum, bukan itu. Akan tetapi, malu itu adalah orang yang menjaga lidahnya, yang menjaga matanya, yang menjaga perutnya, yang menjaga kemaluannya."

Jadi, rasa malu benar-benar disanjung dan dipuji oleh Allah SWT, oleh Rasulullah SAW. Dan itulah yang akan dicabut mula-mula dari sifat seorang mu'min muslim yang akan menjadikan orang tersebut menjadi mempunyai sifat-sifat kehinaan. Dan disaat rasa malu sudah tidak ada, maka kemuliaan itu pun sudah tidak ada lagi. Maka dari itu harus kita budayakan rasa malu. Dan malu ini bukan gengsi. Kalau gengsi itu sombong. Malu disini adalah malu melakukan kemaksiatan kepada Allah SWT, malu kalau kita melanggar Allah SWT, malu kalau kita dilihat oleh Allah dalam keadaan kita melakukan sesuatu yang dimurkai oleh Allah SWT. Bukan disaat kita memakai baju jelek lalu malu, itu adalah malu yang terpuji, bukan! Akan tetapi malu yang sesungguhnya adalah lidah kita mengucapkan apa? Akankah yang kita ucapkan diridhoi oleh Allah? Mata kita melihat apa? Yang masuk ke perut kita itu darimana? Asal uang? Asal rizki? Atau kita pilah-pilah? Dan yang menjaga kemaluannya, syahwatnya, masuknya.

Maka itulah orang-orang yang akan disanjung oleh Allah, disanjung oleh Rasulullah SAW sebagai orang yang tersimpulkan, terkumpulkan di dalamnya adalah segala kebaikan. Mari kita budayakan rasa malu. Yaitu malu melakukan kemaksiatan kepada Alloh SWT. Wallahu a’lam bis showab

Hukum Tukar Cincin

Tukar cincin bukanlah tradisi dalam Islam akan tetapi itu bisa kita masukkan dalam masalah tukar menukar hadiah yang sangat dianjurkan oleh Rasululloh Saw. Artinya seorang calon suami memberi hadiah cincin kepada calon istri dalam acara khitbah atau tunangan,dan calon istripun demikian.
Akan tetapi ada hal yang perlu diperhatikan bersama proses pertunangan dan tukar cincin ini.
1. Pertunangan adalah kesepakatan dan janji untuk menikah artinya pertunangan belum pernikahan.Jadi semua yang haram sebelum tunangn tetap haram setelah tunangan.Kedua calon tidak boleh berduaan,tidak boleh melihat aurat calon pasanganya.
2. karena masing-masing calon belum halal,maka saat tukar hadiyahpun tidak boleh saling memegang tangan calon pasangannya.
3. cincin yang diberikan kepada Calon mempelai pria bukan dari emas, sebab emas haram hukumnya jika dikenakan oleh kaum pria. Sebaiknya cincin dari perak agar sesuai anjuran nabi agar kalau kaum pria memakai cincin dengan cincin dari perak.
4. hadiah yang diberikan jangan sampai memberatkan kedua belah pihak. Dan hadiahpun tidak harus berupa cincin, boleh dengan barang-barang yang lainnya.
Wallahu a'lam bishshowab

Komentar ya

scan QR code

QRCode

Template by:
Free Blog Templates